Iya, tepat sekali apalagi kalo bukan ‘Ritual Upacara Nyangku”. Acara ritual ini teramat saklar bagi sebagian masyarakat di sana. Terlebih, Nyangku ini menyasar pada membersihkan berbagai benda-benda pusaka peninggalan kerajaan Panjalu yang didirikan Prabu Boros Anom atau Prabu Borosngora.
Ritual Upacara Nyangku belakangan semakin menarik. Bahkan, menariknya bukan hanya bagi masyarakat sekitaran Panjalu saja. Menurut catatan berikut pengalaman yang sudah-sudah. Pengunjung dari acara Nyangku ini jumlahnya bisa fenomenal. Bisa mencapai 10 ribuan orang! Uniknya, sekali lagi bukan hanya masyarakat Panjalu to yang nongol di sana. Tak sedikit turis mancanegara pun penasaran ingin menyaksikan Upacara unik yang di gelar setiap bulan Mulud, minggu ke-4 ini.
Ritual Upacara Nyangku , jumlah pengunjungnya, bakalan tak jauh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan selentingan, khusus tahun ini, akan ada sesuatu yang baru dari hajatan ini.
Kukuh Dijaga Tradisinya
Tradisi Nyangku ini konon telah dilaksanakan sejak zaman pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora, pada waktu itu, Sang Prabu menjadikan prosesi adat ini sebagai salah satu media Syiar Islam bagi rakyat Panjalu dan sekitarnya.
Masyarakat Panjalu maupun keturunan Panjalu yang datang dari berbagai daerah berkumpul di kampung halamannya untuk menghadiri upacara tersebut. Bukan untuk memuja-muja barang peninggalan leluhur, tetapi upacara tersebut diselenggarakan untuk mengingat jasa dan perjuangan leluhur masyarakat Panjalu, yakni Prabu Sanghiang Borosngora.
Pukul 9.00 WIB upacara Nyangku dimulai dengan mengeluarkan benda-benda pusaka peninggalan Raja Panjalu Borosngora, seperti pedang, keris, kujang dari Bumi Alit. Perlakuan khusus diberikan pada pedang yang konon merupakan pemberian Sayyidina Ali (sahabat Nabi Muhammad saw.) ketika Borosngora berkunjung ke Mekah.
Borosngora, Raja Panjalu yang arif dan bijaksana dianggap sebagai leluhur masyarakat Panjalu dan penyebar agama Islam pertama di daerah Panjalu. Benda-benda peninggalannya selama ini tetap terjaga, disimpan dan dirawat dengan baik di Bumi Alit, bangunan kecil berbentuk panggung di dekat Alun-alun Panjalu.
Setelah benda-benda pusaka peninggalan Borosngora dikeluarkan dari Bumi Alit, lalu dibawa dengan sangat hati-hati menuju tempat upacara. Benda-benda itu digendong, tak ubahnya menggendong anak bayi diiringi tetabuhan gembyung dan teriakan selawat.
Puncak upacara, yang sekaligus merupakan saat yang paling dinantikan, ditandai dengan pembersihkan benda pusaka tersebut menggunakan air yang diambil dari beberapa mata air yang dicampur jeruk nipis.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !